25 April 2007

Sebuah Pelajaran Dari Penjepit Kertas

Tak diragukan bahwasanya penjepit kertas merupakan sebuah alat sederhana dengan manfaat besar. Alat ini mempunyai bentuk dan prinsip kerja yang begitu sederhana. Ia terbuat dari kawat baja tipis yang ditekuk membentuk huruf S lalu dilipat. Lipatan itu membuat celah yang berguna untuk menjepit kertas.

Uniknya dan hampir tak dapat dipercaya alat sesederhana itu masih belum dikenal oleh manusia hingga tahun 1899, setahun sebelum dimulainya abad ke 20. Jadi, hingga tahun itu orang masih menggunakan karet gelang untuk membendel kertas. Sungguh tak praktis. Barulah kemudian penjepit kertas ditemukan oleh seorang Norwegia bernama Johan Vaaler. Ia mematenkan temuannya di Jerman karena negaranya tak punya lembaga paten.

Mengapa alat yang sangat sederhana itu luput dari pikiran para penemu? Mengapa ia tak seperti saudara dekatnya yaitu peniti yang sudah dipakai orang-orang Yunani kuno, Italia dan Sisilia sejak sekitar empat ribuan tahun lalu? Mengapa pula peniti yang sudah ribuan tahun menyandang kesalahan fatal (Ujungnya tak tertutup sehingga sering melukai pemakainya dan tak mempunyai per sehingga tak dapat memegang dengan erat) baru berhasil diperbaiki oleh Walter Hunt dari New York pada tahun 1825. Mengapa banyak peralatan yang jauh lebih rumit justru ditemukan sebelum penjepit kertas? Sebut saja misalnya termometer raksa yang ditemukan oleh Gabriel Fahrenheit pada tahun 1714, teleskop pantul yang ditemukan oleh Fisikawan tenar Isaac Newton pada tahun 1688, atau mesin cetak yang ditemukan oleh Johannes Gutenberg pada tahun 1450.

Mungkin rangkaian pertanyaan itu tak perlu jawaban. Yang pasti fenomena penjepit kertas ini (dan juga peniti) seperti hendak menyampaikan sinyal kuat kepada kita untuk waspada karena boleh jadi alat, teknik atau cara sederhana yang bermanfaat bagi kemaslahatan manusia belum lagi ditemukan. Mereka masih melayang-layang di udara menanti seseorang yang kreatif menangkapnya. Masalahnya sekarang : adakah udara sekitar kita sudah dan terus menyajikan iklim yang sehat bagi kreatifitas itu?

Entah bagaimana, sejarah rupanya acapkali menyajikan kebetulan-kebetulan yang unik. Pada tahun yang sama saat penjepit kertas ditemukan, Kepala Kantor Paten Amerika Serikat yang bernama Charless H. Duell justru menyarankan agar Kantor Paten yang dipimpinnya ditutup saja. Sudah tak ada gunanya, karena semua yang mungkin ditemukan sudah ditemukan.

Kita tahu Pak Duell salah total. Akan tetapi pesimisme, picingan negatif bahkan sinisme serupa itu terus bermunculan di sepanjang sejarah. Inilah yang dikatakan oleh Harry M. Warner dari Warner Brothers pada tahun 1927 tentang film bersuara, “Who the hell wants to hear actors talk?" Bos IBM Thomas Watson pada tahun 1948 mengatakan, “I think there is a world market for maybe five computers”. Perusahaan rekaman Decca pada tahun 1962 berkomentar miring soal Beatless, “We don't like their sound, and guitar music is on the way out.”

Apakah aroma negatif serupa itu menyeruak di lingkungan kita? Jika ya, maka itu merupakan gizi yang buruk bagi kreatifitas dan seyogyanyalah segera dihentikan. Aroma negatif itu bisa berupa penertawaan terhadap ide anak yang dinilai konyol. Bisa berupa “kemarahan” guru jika ada murid yang bertanya perihal asal muasal suatu rumus. Bisa berupa klaim bodoh terhadap seorang anak.

Di klub sains kami anak-anak diberi ruang untuk terus mencoba saling menghargai dan saling mendorong semangat. Menertawakan ide adalah hal yang ditabukan. Suatu hari seorang anak usia kelas 1 SD mencampur beberapa larutan sederhana. Dikatakannya bahwa ia sedang membuat larutan yang bisa membuat orang menghilang. Walaupun sudah dapat ditebak bahwa larutan tersebut tak terbukti berhasil menghilangkan orang, itu tetap saja sebuah ide imajinatif yang mengagumkan. Lain lagi cerita seorang anak usia kelas 2 SD yang mencoba mengapungkan kentang di dalam air dengan memasukkan dua bahan padat yang berbeda. Yang satu garam, yang satu gula. Tanpa diaduk! Sebuah metode yang sekilas aneh. Akan tetapi hasilnya mengagumkan. Setelah beberapa waktu air yang diberi garam berhasil mengapungkan kentang, sedangkan yang diberi gula tidak. Ini menceritakan bahwa garam lebih cepat larut dalam air ketimbang gula. Zat padat hanya akan mampu meningkatkan gaya angkat air jika ia larut.

Di klub kami ada eksperimen untuk menguji adanya tepung yang dicampur ke bubuk lada yang dijual di pasaran. Dalam suatu presentasi rutin triwulanan kami, seorang anak kelas 6 SD memodifikasi metode itu untuk menguji berbagai merk keju. Sebuah ide sederhana yang ternyata memesonakan para orang tua yang menghadiri peresentasi itu. Si anak berhasil membuktikan adanya campuran tepung pada keju merk tertentu. Akibatnya, sejumlah ibu berniat untuk beralih ke merk lain! Tetapi mohon tidak salah tangkap. Produsen keju tersebut tidak sedang melakukan penipuan, karena adanya kandungan tepung dinyatakan di dalam kemasan. Hanya, tak satupun dari para ibu itu yang menyadari hingga seorang anak SD membuktikannya melalui eksperimen sederhana!

Masih banyak lagi yang lain. Selalu saja ada yang menarik pada anak-anak tersebut. Proses kreatif mereka tak jarang menghasilkan kejutan-kejutan. Akan tetapi sudah barang tentu itu belumlah cukup bila hanya berlangsung di ruang-ruang terbatas seperti klub sains kami. Proses kreatif itu sepatutnya berlangsung pula di rumah-rumah dan sekolah-sekolah. Sepatutnya pula ia bergerak secara masal dengan melibatkan sebanyak-banyaknya anak dan tak mesti melulu berbentuk kegiatan sains.

Masih ada sangat banyak karya sesederhana penjepit kertas yang menunggu untuk ditemukan. Mudah-mudahan porsi terbesarnya ditemukan oleh bangsa tercinta ini. Bukan untuk apa-apa, melainkan untuk memberikan maslahat yang besar bagi dunia. Bukankah sebaik-baiknya bangsa ialah yang memberikan maslahat yang besar bagi bangsa lainnya?

No comments: