25 April 2007

Bermain Sains Di TK

Beberapa Taman Kanak-kanak di Indonesia telah memulai setapak langkah berani yang bagus yakni mengajak anak-anak mengenal sains dengan melakukan eksperimen. Langkah ini dapat dipandang setidaknya melalui dua kacamata. Melalui kacamata bisnis, boleh jadi ini sebuah langkah diferensiasi, bagian dari cetak biru strategi memenangkan pasar. Melalui kacamata idealisme, boleh jadi ini merupakan salah satu keluaran dari kegelisahan panjang tentang bagaimana seharusnya anak-anak dibesarkan. Boleh jadi pula, kacamata itu bifokal: bisnis dan idealisme dalam satu “kaca”.

Pertanyaannya dari sudut usia anak-anak adalah, apakah tidak terlalu cepat? Ada sebuah korespondensi elektronik yang pernah saya baca mengenai ini. Jawabannya ialah, tidak ada saat yang terlalu cepat untuk memperkenalkan sains melalui eksperimen. Saya setuju.

Pertanyaan dari sudut manfaat bagi anak-anak adalah, apakah efektif bermain sains di TK? Tergantung. Apabila sesudah eksperimen anak-anak dijejali dengan penjelasan-penjelasan, maka itu tentulah sangat jauh dari efektif. Ambil contoh eksperimen membesarkan balon dengan mempertemukan cuka dan soda kue di dalam botol yang mulutnya dipasangi balon. Andaikan saja kegiatan eksperimen diakhiri dengan memberikan penjelasan mengapa terjadi begitu, maka menurut pengalaman tidak akan digubris. Anak-anak terlalu sibuk mengamati balon yang semula terkulai tiba-tiba meregang dan membesar. Sudah itu mereka saling sibuk bercerita, “hei, balonku jadi besar”, sementara yang lain menimpali, “balonku juga”, lalu ada yang tak mau kalah, “balonku lebih besar”. Tertibkanlah mereka untuk duduk di tempat masing-masing, karena akan ada penjelasan tentang “gas”. Mungkin mereka akan bisa ditenangkan sebentar, kemudian gaduh lagi. Pikir mereka, “orang dewasa ini ngomong apa sih?” atau Ada balon lagi untuk digede-in nggak?”

Jauh lebih inspiratif apabila dibiarkan saja anak-anak itu terus mengamati. Saling berceloteh. “Hei lihat, ada busa di dalam botol”. Sementara yang lain menimpali, “Wuih, botolnya jadi dingin!” Tak perlu dipaksakan hadirnya penjelasan-penjelasan, kecuali apabila ada yang bertanya. Inipun haruslah sederhana. Lantas kalau begitu apa manfaatnya? Bukankah nilai sainsnya terletak pada jawaban dari pertanyaan “mengapa terjadi seperti itu?”

Benar demikian, tetapi biarlah penjelasan itu nanti saja saat mereka sudah bertambah usia. Tanpa itu pun sesungguhnya mereka sudah belajar banyak. Di antaranya mereka sudah melakukan pengamatan atau observasi (balon yang terkulai menjadi besar, botol menjadi dingin dan muncul gelembung udara), dan juga membandingkan (balonku lebih besar). Mereka belajar bahwa ada cara lain untuk membesarkan balon selain meniup dengan mulut atau pompa, bahwa ada dua bahan “hebat” yang apabila dicampur bisa membuat balon jadi besar. Mereka juga mengamati, bahwa sesuatu yang tadinya tidak ada menjadi ada.

Di rumah, biasanya mereka bercerita kepada ayah dan ibu. Dengan tutur yang barangkali masih melompat-lompat, mereka berupaya menceritakan kembali langkah eksperimen dengan urut. Dalam bentuk yang sederhana, mereka belajar presentasi. Biasanya pula mereka akan terinspirasi untuk mengulangi lagi percobaan serupa itu, kali ini dengan bahan-bahan yang lain. Bagaimana kalau gula dan garam yang dicampur, apa bisa balon membesar? Mungkin bisa. Coba tambahkan sabun, lalu tepung, lalu bahan lain sehingga akhirnya menjadi adonan yang tidak karuan. Balon tetap saja tidak besar. Mereka lalu berpikir kira-kira seperti ini, “o, kalau begitu aku perlu dua bahan yang tadi dipakai di sekolah. Tapi meskipun nggak berhasil membesarkan balon, aku berhasil membuat campuran yang seru. Asyik juga.” Jelaslah terlihat proses kreatif berlangsung di sini. Jelas pula terlihat serangkaian disiplin sains, seperti mendefinisikan masalah (apakah gula dan garam bisa membesarkan balon?) membuat hipotesis (mungkin bisa), melakukan percobaan (kegiatan campur mencampur), dan menyimpulkan (ternyata balon tidak membesar dan eksperimen tidak harus selalu berhasil).

Ada lagi manfaat yang amat penting. Memberikan kesempatan bereksperimen kepada anak-anak berarti mendorong mereka untuk berani mencoba. Suatu sifat mental yang kini amat berharga dan langka di dunia orang dewasa. Banyak sungguh orang dewasa yang terpenjara oleh ketakutan dan kecemasan yang diciptakan oleh pikiran sendiri. Amat sering kita jumpai orang-orang yang tak berani mengambil resiko, memilih diam, menghamba kepada kemapanan. Jikalau kesempatan untuk berani mencoba terus menerus diberikan kepada anak-anak, maka sangat mungkin kelak mereka tumbuh menjadi manusia penempuh resiko, sang pembuka jalan, sang pencatat sejarah.

Selain itu melakukan eksperimen adalah pintu yang paling asyik untuk memasuki dunia sains. Kalau dilakukan di masa kanak-kanak, maka ia berpotensi besar untuk menjadi memori masa kecil yang menyenangkan. Saat bertambah usia dan tiba waktunya mereka mendalami sains dengan disiplin yang lebih “serius”, maka memori masa kanak-kanak itu akan bermetamorfosis menjadi sebentuk persepsi, bahwa sains itu menyenangkan!

Tatkala sains menjadi menyenangkan, maka energi yang besar akan bersemayam di dalam diri anak-anak. Ketakutan dan kecemasan bahwa sains itu menyeramkan dapat dipastikan akan terkubur dalam-dalam. Kalaulah itu terjadi, sungguh berbahagialah bangsa ini. Mimpi untuk menyejajarkan diri dengan bangsa-bangsa dunia dalam hal sains dan teknologi bukan lagi bagai pungguk merindukan bulan.

1 comment:

Dhitta Puti Sarasvati said...

Aku pernah baca buku tentang sains untuk anak-anak. Misalnya soal suhu.Anak-anak gak harus langsung kita jelaskan yang rumit-rumit tentang temperatur dulu. Klo kita mengajak anak mencelupkan tangan di air panas dan dingin pun sehingga dia bisa merasakan bedanya, itu pun termasuk bagian dari awal pengenalan sains. Oh dingin begin? Klo panas?