17 December 2007

Daun Berwarna Hijau, Sayang!

Pernah tidak Anda menyaksikan acara lomba mewarnai gambar tingkat anak-anak usia tk? Biasanya jumlah peserta banyak, dan biasanya mereka duduk di lantai. Kadang beralas karpet, kadang tidak. Oleh panitia arena lomba dibatasi dengan tali atau pembatas lainnya. Panitia sudah mengingatkan agar para orang tua membiarkan anak-anak bekerja sendiri. Akan tetapi seringkali terjadi para ayah dan ibu berdempet-dempet di pembatas sambil terus memperhatikan hasil kerja putera-puteri tersayang. Sesekali terdengar komentar

“Mewarnainya yang penuh...!”

“Itu matahari. kasih warna oren (maksudnya jingga) “

“Jangan salah. Langit warnanya biru”

ada lagi seorang anak yang “terlanjur” memberi warna merah pada daun. Si orang tua setengah berteriak, “Ya ampun. Daun berwarna hijau dong. kamu gimana sih?”

Betul-betul saya tidak paham apa yang berseliweran di pikiran para orang tua itu. Apa mereka berharap anak mereka menghasilkan yang terbaik sesuai versi mereka, sehingga karenanya berpeluang dapat juara? Atau para orang tua itu “sekedar” ingin agar putera-puteri mereka berlaku normal, senormal menghijaukan daun? Tidakkah mereka menyadari bahwa ada daun yang berwarna merah? Bahkan jikalau tak satupun daun di muka bumi ini yang berwarna merah, maka memerahkan daun di dunia imajinasi adalah sah!


Tanyakanlah kepada orang tua, “apakah Bapak atau Ibu menginginkan putera-puteri yang kreatif?” Maka biasanya jawaban yang muncul adalah “Ya, tentu saja”. Sayangnya yang seringkali ada ialah para orang tua – saya yakin dengan tanpa sengaja – memasang banyak perangkap untuk memenjarakan kreativitas anak-anak.

09 December 2007

Duh, Malaysia

Sampai usia 15, aku tinggal di Bintan, di daerah pertambangan yang panas di Indonesia sebelah tepi. Karena lebih dekat ke Singapura dan Malaysia daripada Jakarta, kami dibesarkan oleh tayangan-tayangan chanel 5 Singapura dan RTM malaysia. Itupun sesudah memasang antene menjulang belasan meter. Kadang-kadang tertangkap siaran TVRI stasiun Palembang, dan bagi kami itu sebuah selingan yang ajaib.
Boleh jadi karena itu, aku merasa karib dengan singapura dan malaysia. Ditambah lagi kepada kami sering dikisahkan tentang pahlawan yang sama : Hang Tuah, Hang Kesturi, Hang Jebat, Hang Lekir, Hang Lekiu. Juga tentang kontroversi kisah mereka.
Sejak SMP, kalau tak salah ingat, aku mulai mendengar cerita tentang anak-anak sebaya dan yang lebih tua berangkat ke malaysia melalui jalur tidak sah. Beberapa tertangkap dan dipulangkan. Sebagian besar tak tahu rimbanya. Beberapa ada yang pulang beberapa waktu kemudian, membawa ringgit. Beberapa sepupuku juga mengadu nasib di sana. Malaysia, memberi warna pada lanskap masa kecilku.

Tapi klaim yang mereka lakukan akhir-akhir ini, meski dibantah keras oleh Dubes mereka untuk Indonesia, membuatku gundah, sekaligus terbakar. Lanskapku sudah tergaruk-garuk di sana sini.

Kupikir, aku tak akan turun ke jalan untuk mendemo mereka, menggedor-gedor pagar dan gerbang kedutaan, atau (mungkin) membakar bendera mereka, atau membuat blog yang mencaci maki mereka. Aku akan tetap di ruang kerjaku (yang sebetulnya bukan ruangan khusus), terus mencoba menghasilkan karya-karya terbaikku. Aku akan tetap mengunjungi kelas-kelas sainsku, berbagi semangat dan inspirasi dengan anak-anak untuk menjadi Indonesia yang lebih kuat, bermartabat, kreatif, mulia tanpa perlu merendahkan siapapun. Aku akan terus bertemu dengan anak-anak muda, berbagi semangat yang sama.

Kreativitas tak bisa dicuri. Ketika ia dicuri atau disontek habis, ia berpindah ke aras yang lebih tinggi.

06 December 2007

Menghidupi Hari

Pekerjaanku lebih dari 4 tahun terakhir ini membuatku punya kesempatan emas berhubungan dengan penjual barang-barang bekas atau barang-barang tak umum. Seorang penjual yang kujumpai siang tadi adalah pak tua berusia 71 tahun. Beliau menjual bermacam botol kaca, di pinggir sebuah perempatan yang sibuk dan agak kumuh di Jakarta.
Sambil menyiapkan botol kaca yang kupesan, kami ngobrol macam-macam. Tepatnya beliau bercerita, dan aku lebih banyak mendengarkan. Beliau bicara tentang getirnya hidup, tentang sempitnya ruang usaha bagi orang semacam dia di masa sekarang ini. Tapi sungguh, nada berceritanya lilo, jauh dari keluh kesah. Mendadak sebentuk kehangatan yang nyaman memenuhi semua ruang dadaku. Ia bilang begini, dapat rejeki yang cukup untuk makan hari ini sudah bagus. Kita mesti bersyukur kepada Tuhan. Bagi saya dagang seperti ini adalah untuk menghidupi hari.