25 April 2007

Jenius di Rumah Kita


Ini pengalaman pribadi di tahun 2005. Suatu hari si bungsu di rumah kami yang ketika itu berusia belum 10 tahun mengatakan dengan nada sedikit murung, bahwa ia tidak sepintar si sulung yang selalu berada di peringkat 10 besar di sekolah. Entah bagaimana ceritanya sehingga ia sampai pada kemurungan semacam itu. Bisa jadi sebagai orang tua kami telah tanpa sengaja melakukan komparasi-komparasi. Ya, tanpa sengaja, karena kami memang sedari awal sepakat bahwa anak yang satu tidak untuk diperbandingkan dengan anak yang lain.

Untunglah si bungsu kami tergolong ekspresif. Yang bergejolak di hati, hampir tak pernah ia diamkan. Sebagai jawaban saya lalu bercerita tentang Louis Pasteur, seorang lelaki Perancis dari abad ke 19 yang dikenal dunia melalui prestasinya di bidang kimia dan biologi. Beliaulah pendiri cabang ilmu mikrobiologi, yang juga menemukan proses pasteurisasi yang hingga kini masih dipakai untuk mematikan bakteri pada susu. Pasteur juga menemukan vaksin untuk melawan beberapa jenis penyakit, termasuk rabies. Ilmuwan yang fenomenal ini hanya mendapatkan nilai C untuk mata kuliah Kimia.
Saya kisahkan pula kepadanya perihal seorang lelaki lain yang bernama Nolan Bushnell. Ketika kuliah di University of Utah, Amerika Serikat lelaki ini berada pada peringkat terakhir di kelasnya. Beberapa tahun kemudian dunia mengenalnya sebagai penemu “Pong”, permainan video game yang pertama.
Thomas Alva Edison, salah satu penemu paling hebat di muka bumi ini, dikeluarkan dari sekolahnya karena dianggap tidak sanggup mempelajari apapun. Sir Isaac Newton, salah satu fisikawan sekaligus matematikawan paling masyhur dalam peradaban manusia, awalnya dianggap sebagai murid yang lamban alias lemot (lemah otak) menurut istilah anak jaman sekarang.

Terdapat sangat banyak contoh di masa lalu yang membuktikan bahwa peringkat akademik bukanlah sesuatu yang patut dirisaukan atau dibanggakan. Ada faktor lain yang jauh lebih penting. Sejumlah pakar mungkin menamakannya sebagai kecerdasan emosional, akan tetapi bagi si bungsu saya membuat deskripsi yang lebih sederhana. Saya katakan kepadanya, bahwa yang patut ia murungkan adalah apabila dirinya telah kehilangan rasa ingin tahu, kehilangan gairah untuk bertanya-tanya, kehilangan semangat untuk bermain-main dan mencoba-coba sesuatu, kehilangan antusiasme untuk mempelajari hal baru.

Sejauh ini, tak ada yang patut dirisaukan. Selalu saja ada proses kreatif yang dikerjakan oleh si bungsu. Suatu kali ia membuat buku cerita. Kali yang lain ia membuat komik. Pernah ia mendeklarasikan dirinya sebagai Direktur PT Kura-Kura. Alasan mengapa nama itu yang dipakai, amat sederhana. Tidak lain karena ia sudah memiliki stempel bergambar kura-kura, jadi tidak perlu repot menyiapkan stempel baru. Kepada para karyawan yang terdiri dari boneka koleksinya, ia menulis surat resmi yang menyatakan bahwa sebagai direktur dirinya berkewajiban menyiapkan berbagai fasilitas bagi kemajuan perusahaan. Tak lama sesudah itu ia menerbitkan majalah yang berisi profil dirinya sebagai direktur. Edisi selanjutnya sedang disiapkan, dengan topik utama tentang profil salah seorang karyawan PT Kura-kura. Di kali yang lain ia menyulap kaleng bekas menjadi robot penyapu lantai. Tentu saja robot ini belum bisa bekerja, karena belum ada komponen elektronik di dalamnya.

Atas semua yang telah dikerjakannya itu, maka ia tidak perlu mencemaskan nilai rapor. Belajar adalah sebuah kesenangan, bukan penghambaan terhadap hari-hari yang bernama ujian. Sebaliknya saya malah beranggapan bahwa ia jenius. Dunia boleh mempunyai definisi sendiri, tetapi bagi kami si bungsu adalah satu dari dua jenius yang kami miliki. Saya yakinkan bahwa ia akan bertambah jenius apabila terus mempunyai semangat yang tinggi untuk berimajinasi, untuk terus melakukan proses kreatif mewujudkan imajinasi-imajinasi itu.

Tugas kami sebagai orang tua adalah memastikan bahwa tersedia cadangan energi yang cukup untuk menyokong semangat itu. Bahan bakar bagi energi itu tidak hanya berupa buku-buku, kunjungan-kunjungan, permainan dan tebakan kreatif, barang-barang bekas dan mainan rusak yang menumpuk di gudang, kegiatan eksperimen sains yang rutin, dan lain-lain, melainkan juga berupa senyuman, dorongan, pujian, tepuk tangan. Ia harus betul-betul menjumpai kami berada di pihaknya.

Ini pengalaman pribadi. Akan tetapi kepada Anda para orang tua, saya hendak berbagi. Sangat boleh jadi apa yang dilakukan oleh putera-puteri Anda jauh lebih jenius ketimbang si bungsu kami. Untuk itu, hemat saya, mereka berhak atas masa kanak-kanak yang imajinatif, inspiraftif, eksploratif. Jikalau Anda menyangka tidak ada hal istimewa yang dilakukan si kecil, maka sangat boleh jadi Anda belum cukup lama meluangkan waktu bersamanya. Cobalah lebih banyak bermain bersama, cermati hal-hal kecil yang dilakukannya. Anda akan menjumpai potensi jenius di sana. Sebagai dorongan, patut dipertimbangkan untuk menyediakan magnet, kompas, kaca pembesar dan alat-alat investigatif sederhana lainnya. Patut pula dipertimbangkan untuk tidak buru-buru membuang barang bekas. Sempatkan untuk mengunjungi tempat-tempat dan kegiatan-kegiatan yang beragam, semisal museum, pertunjukan teater, pameran lukisan, pembacaan puisi, toko barang bekas, galeri sains dan lain-lain.

Kalau atas nama rutinitas yang padat Anda merasa penat dan tidak sempat, maka satu hal saja yang perlu diingat. Mereka akan tumbuh dewasa, dan ketika saat itu tiba Anda tidak dapat memulangkan mereka kembali ke masa kanak-kanak untuk memperbaiki semua yang berlalu secara keliru.

No comments: